Sabtu, 04 Januari 2014

News: Aktivis Perempuan 'Serang' Pemimpin Berpoligami

Aktivis Perempuan 'Serang' Pemimpin Berpoligami
Sabtu, 04 Januari 2014, 10:55 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Poligami adalah perbuatan yang boleh dilakukan sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta belum lama ini ‘pamer istri muda’ di ruang publik, satu lagi pemimpin yang memberi teladan poligami.

Aktivis perempuan Dra. Hj. Gefarina Djohan, M.A menilai seorang pemimpin yang membanggakan poligami di hadapan rakyat adalah perbuatan yang kontraproduktif dengan upaya mendorong kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. 

“Memilih beristri satu orang lebih baik karena Islam menekankan keadilan. Untuk seorang pemimpin atau wakil rakyat, mempropagandakan poligami lewat sikapnya di hadapan publik adalah sebuah langkah yang tercela,” tegas Gefarina dalam siaran persnya.

Menurutnya, jika ada seseorang mengatas-namakan Islam untuk melakukan poligami, berarti dia tidak memahami Islam sepenuhnya.


“Poligami itu tradisi jahiliyah sebelum datangnya Islam, pada masa itu para lelaki kaya di Arab mengawini sampai ratusan orang perempuan. 

Lalu Islam mengeluarkan aturan untuk mereduksi praktik tersebut dengan membatasinya menjadi empat orang, tapi esensi sesungguhnya bukan jumlahnya, tetapi sikap adilnya,” urai perempuan yang pada tahun 2005 menjadi penerima Madeline K. Albright Award pertama tersebut.

Gefarina yakin, perempuan yang cerdas tidak akan mempercayakan suaranya kepada seorang pemimpin atau wakil rakyat pro-poligami.

“Pemilih sekarang cerdas, terutama perempuan. Tahun 2010 saja, komposisi penduduk kita 49% perempuan dan  51% laki-laki, ini kan cukup signifikan. Dan pemilih laki-laki juga tidak semuanya mendukung poligami,” demikian ujar Gefarina.


Source:

Selasa, 06 Agustus 2013

25 CALEG BERKUALITAS

DRA. HJ. GEFARINA DJOHAN, MA.
CALEG DPR RI  PARTAI NASDEM
DAPIL JABAR VI (KOTA BEKASI DAN KOTA DEPOK)
MERAMBAH HARI-HARI KAMPANYENYA MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU 2014



Gefarina Djohan Caleg DPR RI  Partai NasDem dari Dapil Jabar VI (Kota Bekasi dan Kota Depok) menginisiasi kegiatan pembekalan & koordinasi perencanaan kampanye politik “Menang Bersama Perempuan” persiapan menghadapi pemilu 2014. 25 caleg perempuan yang dihimpun dari lintas partai diharapkan akan muncul sebagai srikandi di senayan. Untuk menang tentulah tidak sederhana, mereka harus memiliki kematangan strategi dan siap bersaing dengan candidat yang lain.  Persiapan  yang  Spektakuler dibackup oleh Yayasan MAHKOTA INSAN CITA (MIC), kumpulan alumni HMI-Wati yang dikomandani oleh Hanifah Husein dan kawan-kawan. Program akan mulai diluncurkan 1-2 Sepetember 2013 dari Kota Depok.

Indonesia dalam situasi konsolidasi demokrasi menuju pada kemapanan demokrasi seutuhnya. Pola prilaku pengambilan keputusan merupakan fenomena yang menarik saat ini seiring dengan perkembangan reformasi yang telah memasuki periode konsolidasi demokrasi dimaksud. Prilaku pengambilan keputusan mengandung konsekwensi yang tidak sederhana karena pada kenyataannya memiliki pengaruh dalam peningkatan kualitas hidup. Keterwakilan perempuan menjadi sangat signifikan apabila dikaitkan dengan bentuk partisipasi riil dalam Pembangunan. Secara Politis dapat dipahami bahwa dalam proses penentuan kebijakan publik apabila partisipasi perempuan muncul secara masif akan sangat berarti bagi keberhasilan pembangunan dalam prinsip kesetaraan dan berkeadilan. Perempuan yang dimaksud tidak harus diartikan secara ekslusif melainkan sebagai bagian dari mayoritas penduduk dengan hak dan kewajiban yang sama. Hal yang lebih penting adalah tercapainya pola kehidupan yang lebih demokratis. Demokrasi mengisyaratkan partisipasi sejajar seluruh komponen warga negara tidak terkecuali perempuan khususnya pada instrumen politik bangsa dimana secara langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan output proses politik.

Affermative action dengan penentuan kuota 30 %  adalah sebuah peluang untuk dapat lebih mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di politik, terutama jika dikaitkan dengan persiapan menghadapi pemilu 2014. Akan tetapi tentu saja hal ini menjadi tidak sederhana manakala Perempuan yang pada dasarnya adalah juga sejumlah mayoritas penduduk (49% dari keseluruhan penduduk Indonesia) harus menghadapi kendala kesiapan operasional kampanye diantaranya Budaya Partai Politik yang terkesan feodal dimana lebih mengutama laki-laki, ketidak berdayaan dari sisi kesiapan financial dan kemampuan teknis mengembangkan strategi kampanye yang tepat guna. Hal tersebut tentu saja membutuhkan sebuah solusi yang lebih tepat. Upaya akselerasi pengembangan motivasi dan kemampuan teknis menghadapi situasi persiapan Pemilu 2014 sitidaknya bisa menjadi alternative, difinisi tujuan tertulis dan pemetaan upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan merupakan esensi dari suatu perencanaan kampanye dan kampanye politik yang akan menang adalah kampanye yang menggunakan waktunya dengan baik untuk menentukan sasaran pemilih, mengembangkan pesan yang meyakinkan dan melaksanakan rencana yang wajar untuk mendekatkan diri pada pemilih.




Senin, 31 Desember 2012

Refleksi Akhir Tahun 2012


PRESS RELEASE

REFLEKSI AKHIR TAHUN

DALAM RANGKA HARI IBU DAN MILAD FORHATI KE-14

“REVITALISASI ORGANISASI PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL”

Konvensi mengenai penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, Kemudian Pemerintah Indonesia menandatangai konvensi tersebut pada 29 Juli 1980 dan selanjutnya melalui disahkan melalui UU RI NO 7 tahun 1984. Hal ini sebagai bukti penegasan  bahwa hak dan kewajiban baik perempuan maupun laki-laki memiliki azas persamaan, setara dan berkeadilan, meski pada kenyataannya diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi secara luas. 

Sebuah kegaerahan yang selalu muncul atas nama perjuangan persamaan Hak Perempuan dan laki-laki  untuk kurun waktu 10 (sepuluh) tahun kemudian masih tetap hangat sehingga Prempuan seluruh dunia merasa perlu mebicarakan dalam sebuah Konfrensi Perempuan se dunia “The Fourth World Conference on Women”, di Beijing, China, September 1995. Momentum ini kembali melahirkan dokumen penting “Beijing Declaration and Platform fo Action” atas dasar perhatian terhadap 12 area kritis dimana perempuan masih mengalami diskriminasi dan ketidak adilan.

Situasi Indonesia saat ini secara nasional masih memperlihatkan suasana yang  belum menggembirakan khususnya jika dilihat dari perspektif gender, kendala politik, sosial dan  budaya masih sangat kental dari praktek yang bias gender, hal ini dapat dilihat dari indikator Pendidikan, rata-rata lama sekolah perempuan sekitar 6,8 tahun sedangkan laki-laki 7,6 tahun. (Susenas tahun 2005 ) Persentase perempuan yang buta   aksara lebih   dari     dua  kali persentase laki-laki   (5,84% berbanding 12,28%). (Susenas thn 2004). Kesehatan,  Angka Kematian Ibu (AKI) di    Indonesia cukup tinggi. Sejak tahun 1994 sampai 2002 AKI di Indonesia terus menurun, dari 390 kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup menjadi 307 (BPS, SDKI 2004) dan Tahun 2007 telah mengalami penurunan menjadi 260/100.000 kelahiran hidup (lap. DEPKES 2007). Di bidang Ekonomi,   masih adanya ketimpangan yang  terjadi  dibidang ekonomi, salah satunya adalah sulitnya para  pelaku ekonomi mikro perempuan mendapat akses pada  perbankan dalam memperoleh modal usaha dan terbatasnya  kesempatan mendapatkan berbagai pelatihan untuk  peningkatan ketrampilan, pengusaha mikro ekonomi  perempuan. DI bidang Partisipasi Politik Perempuan, berdasarkan hasil Pemilu tahun 2009 keterwakilan perempuan hanya sekitar 18%, sedangkan tahun 2004 keterwakilan perempuan hanya sekitar 11,6% atau meningkat sekitar 2% dibandingkan DPR hasil Pemilu tahun 1999 yaitu 8,8 %.

Realitas inilah yang telah mendorong Pemerintah Indonesia melalui instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2003 telah meletakkan dasar hukum bagi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam segala bidang pembangunan nasional. Meskipun demikian nampaknya masih diperlukan strategi yang tepat agar dapat memperoleh dukungan masyarakat dalam implementasinya. Kesenjangan yang masih dirasakan dalam kaitan tersebut adalah Pembangunan belum sungguh-sungguh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memperhatikan kesenjangan gender yang terjadi di tengah masyarakat. Selain itu masih ditemukan masalah mengenai pengetahuan gender khususnya pada sebahagian besar masyarakat. Pemahaman umum mengenai gender kerap disamakan dengan jenis kelamin perempuan yang akhirnya hanya dialamatkan pada isu perempuan, ketimbang konstruksi sosial dan budaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan peran perempuan dan laki-laki. Hal ini kemudian cenderung mendiskriminasikan perempuan dalam bidang apapun, sehingga kesejahteraan perempuan lebih buruk daripada laki-laki.

Fenomena persamaan melalui teriakan “equal and equity” sudah dimulai lama sekali dengan momentum penting yaitu sebuah Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928, sejak saat itu tumbuh subur gerakan perempuan Indonesia melalui eksistensi berbagai organisasi perempuan. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan apakah Organisasi-organisasi perempuan tersebut memiliki relefansi dengan berbagai fakta yang pada kenyataannya ternyata posisi perempuan masih terpuruk, terpinggirkan bahkan lebih dari itu impian “equal and equity” masih jauh panggang dari pada api.  FORHATI adalah FORUM ALUMNI KOHATI dimana 14 tahun yang lalu alumni HMI-Wati (Kader HMI yang perempuan) berkomitmen untuk dengan FORUM dimaksud bisa menghimpun kembali potensi-potensi Kader HMI-Wati yang sudah tersebar dalam berbabagai kiprahnya baik sebagai birokrat, politisi, professional, pengusaha, aktivis gerakan dan sebagainya untuk melakukan gebrakan yang lebih berarti sehingga situasi perempuan Indonesia lebih berarti. Revitalisasi Organisasi Perempuan di Indonesia  begitu penting apalagi dengan perkembangan global yang demikian dasyat saat ini, FORHATI NASIONAL dalam rangka refleksi akhir tahun 2012 yang diselengarakan pada Jum’at 28 Desember 2012 bertempat di KAHMI Center, Jl Turi 1 NO 14, Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan berkeinginan lebih memperkuat eksistensinya bersama elemen perempuan seluruh Indonesia untuk melakukan gerakan dan aktivitas yang lebih berarti dibanding dengan apa yang sudah berjalan saat ini. Kekuatan Perempuan sebagai bagian terpenting Masyarakat dan Bangsa ini (Perempuan 49,9% dibandingkan laki-laki 50,1 %: BPS, 2010) sangatlah penting, demikian juga keberadaan organisasi perempuan sebagai kekuatan yang teroranisir seharusnya bisa lebih berdaya guna.

“Yakin Usaha Sampai”, moto HMI harus lebih memberi daya juang bagi FORHATI di usianya yang ke 14, jayalah KOHATI jayalah HMI.

 

Jakarta, 28 Desember 2012

 

 

Minggu, 23 Desember 2012

At Capitoll - Washington D.C. USA

IMG03142-20121216-2044


 

 

IMG03141-20121216-2044

Stephanie joint me " meeting with USA women's MP " at D.C.

BINTEK "Kepribadian" pada Darma Wanita Tanah Tidung di Denpasar.

IMG03151-20121222-1133

 

Materi I :

AKTUALISASI DIRI
DALAM KERANGKAPENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Materi II :

ETIKET PERGAULAN; TATA KRAMA DALAM
SOSIALITA FORMAL DAN NON-FORMAL

Materi III :

EFFECTIVE PUBLIC SPEAKING
(Cantik,Menarik dan Smart)

BINTEK kepada ibu-ibu PIAD (Persatuan Istri Anggota Dewan) Gorontalo

IMG03145-20121217-1842

 

Sesi I :

PERAN STRATEGIS ORGANISASI WANITA
MEMBANGUN
PERADABAN INDONESIA

Sesi II :

PERAN STRATEGIS
ORGANISASI WANITA
DALAM
PENCAPAIAN MDG’S