Senin, 31 Desember 2012

Refleksi Akhir Tahun 2012


PRESS RELEASE

REFLEKSI AKHIR TAHUN

DALAM RANGKA HARI IBU DAN MILAD FORHATI KE-14

“REVITALISASI ORGANISASI PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL”

Konvensi mengenai penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, Kemudian Pemerintah Indonesia menandatangai konvensi tersebut pada 29 Juli 1980 dan selanjutnya melalui disahkan melalui UU RI NO 7 tahun 1984. Hal ini sebagai bukti penegasan  bahwa hak dan kewajiban baik perempuan maupun laki-laki memiliki azas persamaan, setara dan berkeadilan, meski pada kenyataannya diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi secara luas. 

Sebuah kegaerahan yang selalu muncul atas nama perjuangan persamaan Hak Perempuan dan laki-laki  untuk kurun waktu 10 (sepuluh) tahun kemudian masih tetap hangat sehingga Prempuan seluruh dunia merasa perlu mebicarakan dalam sebuah Konfrensi Perempuan se dunia “The Fourth World Conference on Women”, di Beijing, China, September 1995. Momentum ini kembali melahirkan dokumen penting “Beijing Declaration and Platform fo Action” atas dasar perhatian terhadap 12 area kritis dimana perempuan masih mengalami diskriminasi dan ketidak adilan.

Situasi Indonesia saat ini secara nasional masih memperlihatkan suasana yang  belum menggembirakan khususnya jika dilihat dari perspektif gender, kendala politik, sosial dan  budaya masih sangat kental dari praktek yang bias gender, hal ini dapat dilihat dari indikator Pendidikan, rata-rata lama sekolah perempuan sekitar 6,8 tahun sedangkan laki-laki 7,6 tahun. (Susenas tahun 2005 ) Persentase perempuan yang buta   aksara lebih   dari     dua  kali persentase laki-laki   (5,84% berbanding 12,28%). (Susenas thn 2004). Kesehatan,  Angka Kematian Ibu (AKI) di    Indonesia cukup tinggi. Sejak tahun 1994 sampai 2002 AKI di Indonesia terus menurun, dari 390 kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup menjadi 307 (BPS, SDKI 2004) dan Tahun 2007 telah mengalami penurunan menjadi 260/100.000 kelahiran hidup (lap. DEPKES 2007). Di bidang Ekonomi,   masih adanya ketimpangan yang  terjadi  dibidang ekonomi, salah satunya adalah sulitnya para  pelaku ekonomi mikro perempuan mendapat akses pada  perbankan dalam memperoleh modal usaha dan terbatasnya  kesempatan mendapatkan berbagai pelatihan untuk  peningkatan ketrampilan, pengusaha mikro ekonomi  perempuan. DI bidang Partisipasi Politik Perempuan, berdasarkan hasil Pemilu tahun 2009 keterwakilan perempuan hanya sekitar 18%, sedangkan tahun 2004 keterwakilan perempuan hanya sekitar 11,6% atau meningkat sekitar 2% dibandingkan DPR hasil Pemilu tahun 1999 yaitu 8,8 %.

Realitas inilah yang telah mendorong Pemerintah Indonesia melalui instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2003 telah meletakkan dasar hukum bagi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam segala bidang pembangunan nasional. Meskipun demikian nampaknya masih diperlukan strategi yang tepat agar dapat memperoleh dukungan masyarakat dalam implementasinya. Kesenjangan yang masih dirasakan dalam kaitan tersebut adalah Pembangunan belum sungguh-sungguh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memperhatikan kesenjangan gender yang terjadi di tengah masyarakat. Selain itu masih ditemukan masalah mengenai pengetahuan gender khususnya pada sebahagian besar masyarakat. Pemahaman umum mengenai gender kerap disamakan dengan jenis kelamin perempuan yang akhirnya hanya dialamatkan pada isu perempuan, ketimbang konstruksi sosial dan budaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan peran perempuan dan laki-laki. Hal ini kemudian cenderung mendiskriminasikan perempuan dalam bidang apapun, sehingga kesejahteraan perempuan lebih buruk daripada laki-laki.

Fenomena persamaan melalui teriakan “equal and equity” sudah dimulai lama sekali dengan momentum penting yaitu sebuah Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928, sejak saat itu tumbuh subur gerakan perempuan Indonesia melalui eksistensi berbagai organisasi perempuan. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan apakah Organisasi-organisasi perempuan tersebut memiliki relefansi dengan berbagai fakta yang pada kenyataannya ternyata posisi perempuan masih terpuruk, terpinggirkan bahkan lebih dari itu impian “equal and equity” masih jauh panggang dari pada api.  FORHATI adalah FORUM ALUMNI KOHATI dimana 14 tahun yang lalu alumni HMI-Wati (Kader HMI yang perempuan) berkomitmen untuk dengan FORUM dimaksud bisa menghimpun kembali potensi-potensi Kader HMI-Wati yang sudah tersebar dalam berbabagai kiprahnya baik sebagai birokrat, politisi, professional, pengusaha, aktivis gerakan dan sebagainya untuk melakukan gebrakan yang lebih berarti sehingga situasi perempuan Indonesia lebih berarti. Revitalisasi Organisasi Perempuan di Indonesia  begitu penting apalagi dengan perkembangan global yang demikian dasyat saat ini, FORHATI NASIONAL dalam rangka refleksi akhir tahun 2012 yang diselengarakan pada Jum’at 28 Desember 2012 bertempat di KAHMI Center, Jl Turi 1 NO 14, Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan berkeinginan lebih memperkuat eksistensinya bersama elemen perempuan seluruh Indonesia untuk melakukan gerakan dan aktivitas yang lebih berarti dibanding dengan apa yang sudah berjalan saat ini. Kekuatan Perempuan sebagai bagian terpenting Masyarakat dan Bangsa ini (Perempuan 49,9% dibandingkan laki-laki 50,1 %: BPS, 2010) sangatlah penting, demikian juga keberadaan organisasi perempuan sebagai kekuatan yang teroranisir seharusnya bisa lebih berdaya guna.

“Yakin Usaha Sampai”, moto HMI harus lebih memberi daya juang bagi FORHATI di usianya yang ke 14, jayalah KOHATI jayalah HMI.

 

Jakarta, 28 Desember 2012

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar