Refleksi Akhir Tahun 2012
PRESS RELEASE
REFLEKSI AKHIR TAHUN
DALAM RANGKA HARI IBU DAN MILAD FORHATI KE-14
“REVITALISASI
ORGANISASI PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL”
Konvensi mengenai penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women) disetujui oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, Kemudian Pemerintah Indonesia
menandatangai konvensi tersebut pada 29 Juli 1980 dan selanjutnya melalui disahkan
melalui UU RI NO 7 tahun 1984. Hal ini sebagai bukti penegasan bahwa hak dan kewajiban baik perempuan maupun
laki-laki memiliki azas persamaan, setara dan berkeadilan, meski pada
kenyataannya diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi secara luas.
Sebuah kegaerahan yang selalu muncul
atas nama perjuangan persamaan Hak Perempuan dan laki-laki untuk kurun waktu 10 (sepuluh) tahun kemudian
masih tetap hangat sehingga Prempuan seluruh dunia merasa perlu mebicarakan
dalam sebuah Konfrensi Perempuan se dunia “The Fourth World Conference
on Women”, di Beijing, China, September 1995. Momentum ini kembali melahirkan
dokumen penting “Beijing Declaration and Platform fo Action” atas dasar
perhatian terhadap 12 area kritis dimana perempuan masih mengalami diskriminasi
dan ketidak adilan.
Situasi
Indonesia saat ini secara nasional masih memperlihatkan suasana yang belum menggembirakan khususnya jika dilihat dari
perspektif gender, kendala politik, sosial dan
budaya masih sangat kental dari praktek yang bias gender, hal ini dapat
dilihat dari indikator Pendidikan, rata-rata lama sekolah perempuan sekitar
6,8 tahun sedangkan laki-laki 7,6 tahun. (Susenas tahun 2005 ) Persentase perempuan yang buta aksara lebih dari
dua kali persentase
laki-laki (5,84% berbanding 12,28%).
(Susenas thn 2004). Kesehatan,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia cukup tinggi. Sejak tahun 1994
sampai 2002 AKI di Indonesia terus menurun, dari 390 kematian ibu untuk setiap
100.000 kelahiran hidup menjadi 307 (BPS, SDKI 2004) dan Tahun 2007 telah
mengalami penurunan menjadi 260/100.000 kelahiran hidup (lap. DEPKES 2007). Di
bidang Ekonomi, masih adanya ketimpangan yang terjadi
dibidang ekonomi, salah satunya adalah sulitnya para pelaku ekonomi mikro perempuan mendapat akses
pada perbankan dalam memperoleh modal
usaha dan terbatasnya kesempatan
mendapatkan berbagai pelatihan untuk
peningkatan ketrampilan, pengusaha mikro ekonomi perempuan. DI bidang Partisipasi Politik
Perempuan, berdasarkan hasil Pemilu
tahun 2009 keterwakilan perempuan hanya
sekitar 18%, sedangkan tahun 2004 keterwakilan
perempuan hanya sekitar 11,6% atau meningkat sekitar 2% dibandingkan DPR hasil Pemilu tahun 1999 yaitu
8,8 %.
Realitas inilah yang telah mendorong Pemerintah Indonesia melalui instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2003 telah meletakkan dasar hukum bagi
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam segala bidang pembangunan nasional. Meskipun
demikian nampaknya masih diperlukan strategi yang tepat agar dapat memperoleh
dukungan masyarakat dalam implementasinya. Kesenjangan yang masih dirasakan
dalam kaitan tersebut adalah Pembangunan belum sungguh-sungguh ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dengan memperhatikan kesenjangan gender yang terjadi
di tengah masyarakat. Selain itu masih ditemukan masalah mengenai pengetahuan
gender khususnya pada sebahagian besar masyarakat. Pemahaman umum mengenai
gender kerap disamakan dengan jenis kelamin perempuan yang akhirnya hanya
dialamatkan pada isu perempuan, ketimbang konstruksi sosial dan budaya yang
menyebabkan terjadinya perbedaan peran perempuan dan laki-laki. Hal ini
kemudian cenderung mendiskriminasikan perempuan dalam bidang apapun, sehingga
kesejahteraan perempuan lebih buruk daripada laki-laki.
Fenomena
persamaan melalui teriakan “equal and equity” sudah dimulai lama sekali dengan
momentum penting yaitu sebuah Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928, sejak
saat itu tumbuh subur gerakan perempuan Indonesia melalui eksistensi berbagai
organisasi perempuan. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan apakah
Organisasi-organisasi perempuan tersebut memiliki relefansi dengan berbagai
fakta yang pada kenyataannya ternyata posisi perempuan masih terpuruk,
terpinggirkan bahkan lebih dari itu impian “equal and equity” masih jauh
panggang dari pada api. FORHATI adalah
FORUM ALUMNI KOHATI dimana 14 tahun yang lalu alumni HMI-Wati (Kader HMI yang
perempuan) berkomitmen untuk dengan FORUM dimaksud bisa menghimpun kembali
potensi-potensi Kader HMI-Wati yang sudah tersebar dalam berbabagai kiprahnya
baik sebagai birokrat, politisi, professional, pengusaha, aktivis gerakan dan
sebagainya untuk melakukan gebrakan yang lebih berarti sehingga situasi
perempuan Indonesia lebih berarti. Revitalisasi Organisasi Perempuan di
Indonesia begitu penting apalagi dengan
perkembangan global yang demikian dasyat saat ini, FORHATI NASIONAL dalam rangka refleksi akhir tahun 2012 yang
diselengarakan pada Jum’at 28 Desember 2012 bertempat di KAHMI Center, Jl Turi
1 NO 14, Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan berkeinginan lebih
memperkuat eksistensinya bersama elemen perempuan seluruh Indonesia untuk
melakukan gerakan dan aktivitas yang lebih berarti dibanding dengan apa yang
sudah berjalan saat ini. Kekuatan Perempuan sebagai bagian terpenting
Masyarakat dan Bangsa ini (Perempuan 49,9% dibandingkan laki-laki 50,1 %: BPS,
2010) sangatlah penting, demikian juga keberadaan organisasi perempuan sebagai
kekuatan yang teroranisir seharusnya bisa lebih berdaya guna.
“Yakin
Usaha Sampai”, moto HMI harus lebih memberi daya juang bagi FORHATI di usianya
yang ke 14, jayalah KOHATI jayalah HMI.
Jakarta, 28
Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar